Jaga Pilkada Imbau KPU Kukar Laksanakan Vermin Calon Perseorangan Sesuai Aturan

Tenggarong – Jaringan Warga Peduli Pilkada (Jaga Pilkada) Kukar mengimbau KPU dan Bawaslu Kukar untuk dapat melaksanakan verifikasi administrasi (Vermin) sesuai dengan aturan yang berlaku.

Hal itu diungkapkan Ketua Jaga Pilkada Kukar, Asmiruddin setelah KPU Kukar menetapkan pasangan calon perseorangan Pilkada Kukar 2024 Awang Yacoub Luthman (AYL) dan Ahmad Zais (AZ) ditetapkan lolos Vermin perbaikan kesatu pada Selasa (18/6/2024) lalu.

Pasangan calon perseorangan AYL dan AZ selanjutnya akan memasuki tahapan Verifikasi Faktual (Verfak) pada 21 Juni hingga 4 Juli 2024 mendatang.

Asmiruddin meminta KPU dan Bawaslu Kukar untuk memastikan bahwa daftar nama pendukung AYL dan AZ telah masuk dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU.

Kemudian, pendukung pasangan calon AYL dan AZ juga harus terdaftar dalam DPT Kukar dan berdomisili sesuai dengan wilayah kelurahan dan desa pendukung terdaftar.

“(Data dukungan) tidak ganda dan pendukung tersebut masih hidup,” katanya dalam rilis yang diterima media ini, Sabtu (22/6/2024).

Ia juga meminta KPU Kukar untuk menjelaskan kesesuain jumlah data pendukung pasangan calon independent pada tahan Vermin awal dan Vermin perbaikan kesatu dengan data pada aplikasi pencalonan perseorangan KPU.

“Kami khawatir jika proses verifikasi administrasi tidak dilakukan dengan cermat, akan muncul potensi kesalahan dalam perhitungan rekapitulasi verifikasi administrasi yang bisa menyebabkan jumlah dukungan tidak memenuhi syarat minimal 40.730 dukungan,” ungkap Asmiruddin.

Pihaknya juga meminta agar Polres Kukar, Kodim 0906/Kkr, Kejari, dan Pengadilan Negeri Tenggarong untuk dapat mengawal proses Vermin dan Verfak calon perseorangan Pilkada Kukar 2024 ini.

“Harapannya agar dapat memberikan pembinaan dan pendampingan dalam setiap tahapan Pilkada di Kukar,” pungkasnya. (ko)

Korban Kekerasan Seksual Tolak Berdamai, Polres Kukar Tingkatkan Kasus Camat Tenggarong

ADAKALTIM.COM – Korban kekerasan seksual yang diduga melibatkan Sukono menolak berdamai dengan terduga pelaku yang menjabat sebagai Camat Tenggarong tersebut.

LH (26), korban kekerasan seksual tersebut, menginginkan kepolisian terus memproses kasus ini hingga terduga pelaku mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya.

“Saya mau proses hukum terus berjalan sehingga saya mendapatkan keadilan. Terus pelaku mendapatkan hukuman sesuai perbuatannya,” ucap dia kepada beritaalternatif.com pada Jumat (26/5/2023) malam.

Dia juga membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebutnya telah berdamai dengan Sukono.

Selain itu, LH menyangkal tuduhan yang beredar di publik bahwa ia telah menerima sejumlah uang dari terduga pelaku sebagai kompensasi agar kasus ini berakhir secara kekeluargaan.

“Sama sekali tidak ada pembicaraan damai. Saya ingin Camat terus diproses hukum,” tegasnya.

Pada Kamis lalu, ia mengaku telah dipanggil oleh penyidik untuk melengkapi bukti-bukti laporan yang dilayangkannya kepada Polres Kukar.

“Kemarin disuruh bawakan baju yang dikenakan pas kejadian. Sama melengkapi laporan yang sebelumnya,” beber dia.

Sementara itu, pada 25 Mei lalu, Polres Kukar meningkatkan kasus tersebut pada tingkat penyidikan setelah melalui proses pemeriksaan para saksi dan pengumpulan bukti-bukti.

Peningkatan kasus tersebut merujuk pada Pasal 6 huruf (a) atau Pasal 6 huruf (c) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Media ini telah berusaha menghubungi Kapolres Kukar untuk mengonfirmasi proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut. Namun, hingga berita ini diterbitkan, ia belum menanggapi permintaan wawancara dari awak media ini.

Kami juga telah berusaha meminta tanggapan dari Camat Tenggarong Sukono terkait pernyataan LH. Ia juga tak menggubris panggilan dan pesan singkat via aplikasi WhatsApp dari Berita Alternatif. (fb)

Pengamat Hukum: Tindakan Camat Tenggarong Sukono Penuhi Unsur Pidana Kekerasan Seksual

ADAKALTIM.COM – Pengamat hukum dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Mansyur menyampaikan pandangan terkait kasus kekerasan seksual yang diduga melibatkan Camat Tenggarong Sukono.

Menurut dia, jika mengacu pada laporan yang dilayangkan LH (26), yang merupakan korban dalam kasus tersebut, maka tindakan yang diduga dilakukan Sukono memenuhi unsur tindak pidana kekerasan seksual.

Ia menjelaskan, kekerasan seksual terbagi menjadi dua: kekerasan seksual secara verbal dan non-verbal, yang merupakan ucapan atau sentuhan langsung pada area sensitif tanpa persetujuan korban.

“Bahkan memegang tangan tanpa seizin pemiliknya juga disebut kekerasan seksual secara fisik,” jelas Mansyur, Sabtu (20/5/2023).

Meskipun unsur kekerasan seksual telah terpenuhi, ia mengurai, kasus yang diduga melibatkan Sukono termasuk ranah pidana yang membutuhkan pembuktian.

Alat bukti, lanjut dia, menjadi syarat untuk membuktikan bahwa Sukono telah melakukan kekerasan seksual terhadap pegawai honorer di Kantor Camat Tenggarong tersebut.

Jika tuduhan yang dilayangkan kepada Sukono dapat dibuktikan, sambung Mansyur, maka penyidik akan menaikkan kasus ini pada tingkat penyidikan.

Setelah terpenuhi unsur dalam proses penyidikan, kata dia, kepolisian akan meningkatkan kasus ini pada tahap penuntutan.

“Lalu nanti akan diuji hasil mulai dari penyelidikan sampai penuntutan. Itu diuji di ruang pengadilan apakah yang diproses ini ada unsur pidana atau tidak. Yang didakwakan oleh jaksa ini akan diuji di sana,” terangnya.

Berdasarkan KUHAP, jelas dia, sebelum Sukono ditetapkan sebagai tersangka, kepolisian harus mengantongi dua alat bukti permulaan.

Jika dalam kasus ini hanya terdapat satu orang saksi, kata Mansyur, terlapor tidak akan bisa dijerat dalam kasus tersebut.

“Untuk mendukung laporannya, korban harus punya saksi lain. Kecuali terlapor mengakui perbuatannya,” ucap dia.

Dosen Fakultas Hukum Unikarta Tenggarong ini mengatakan, apabila terlapor tidak mengakui perbuatannya, maka proses penyelidikan akan terhambat.

“Jadi, cukup penting terlapor itu mengakui perbuatannya supaya dinaikkan prosesnya pada tahap selanjutnya, karena proses hukum itu bukan hanya soal argumentasi, tapi juga bukti,” jelasnya.

Dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, alat-alat bukti dalam kasus ini bisa berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

“Bukti yang cukup minimal ada dua, yaitu saksi dan keterangan ahli. Bisa saksi ditambah keterangan surat; bisa saksi dan petunjuk,” katanya.

Kata Mansyur, saksi menjadi alat bukti terkuat untuk menetapkan Sukono sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual.

“Pertanyaan mendasar saya atas dugaan pelecehan ini adalah ada enggak saksinya?” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa saksi, petunjuk, dan surat adalah alat bukti yang sangat dibutuhkan dalam kasus kekerasan seksual yang diduga melibatkan Camat Tenggarong tersebut.

“Percuma punya bukti lain namun tidak ada saksi. Karena beda dengan hukum perdata; paling pertama alat buktinya adalah surat. Jadi, untuk membuktikan orang berbuat jahat harus ada saksinya,” tutur Mansyur. (rh/fb)

Tanggapi Kasus yang Menjerat Camat Tenggarong, Salehuddin: Polres Kukar Harus Terbuka, Bupati Ambil Langkah Tegas

ADAKALTIM.COM – Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim Salehuddin menanggapi kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan Camat Tenggarong Kukar Sukono terhadap bawahannya.

Dia berharap proses hukum terhadap Camat Tenggarong dilaksanakan secara terbuka, sehingga masyarakat bisa terus memantau dan mengikuti kasus tersebut.

“Saatnya proses hukumnya berjalan dengan baik,” ucapnya, Sabtu (20/5/2023).

Langkah ini dinilainya bisa menekan opini negatif masyarakat terhadap kepolisian dan Pemkab Kukar.

Saleh menegaskan, masyarakat Kukar mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang terang benderang terkait kasus tersebut.

Politisi Golkar ini juga menyarankan Sukono memberikan klarifikasi kepada publik Kukar agar masyarakat mendapatkan informasi yang berimbang.

“Masyarakat juga punya hak untuk mendapatkan informasi itu,” ujar Saleh.

Selain masyarakat umum, Saleh juga menyarankan Polres Kukar melibatkan pegiat perempuan dalam penyelidikan kasus tersebut.

“Libatkan pihak terkait seperti yang bergerak di komunitas anti kekerasan perempuan agar mereka punya informasi tentang kasus itu,” sarannya.

Di luar itu, Saleh menyarankan Bupati Kukar Edi Damansyah memberhentikan Sukono dari jabatannya sebagai Camat Tenggarong.

Langkah ini dinilainya dapat menghentikan polemik di yang ditimbul tengah masyarakat Kukar pasca mencuatnya kasus tersebut.

Pemberhentian dan penggantian Sukono dari jabatannya, sambung dia, bisa membuat pelayanan terhadap masyarakat Tenggarong tetap berjalan dengan baik.

Kata Saleh, pemberian sanksi pemberhentian terhadap ASN yang bermasalah secara hukum merupakan wujud ketaatan pada aturan yang berlaku.

“Agar proses hukum berjalan dengan baik dan pelayanan kepada masyarakat tidak terhambat. Kami berharap Bupati juga bisa tetap tegas,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Camat Tenggarong Sukono kini sudah sampai pada tahap penyelidikan di Polres Kukar.

Reka adegan kasus yang melibatkan korban berinisial LH (26) tersebut sudah dilaksanakan pada Rabu lalu.

LH yang ditemui media ini pada Kamis (18/5/2023) siang berharap kasus tersebut diproses sesuai aturan yang berlaku.

Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berdamai dengan terduga pelaku pelecehan tersebut.

Selain karena ingin memberikan efek jera, terlapor juga tak mempunyai itikad baik untuk meminta maaf kepada LH dan keluarganya.

“Intinya kita ikuti proses hukum yang berlaku,” katanya. (*)

Penulis: Arif Rahmansyah

Editor: Ufqil Mubin

Diduga Kuat Lakukan Pelecehan Seksual, Sudirman Desak Polres Kukar Tetapkan Camat Tenggarong sebagai Tersangka

ADAKALTIM.COM – Kuasa Hukum Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Sudirman mendorong Polres Kukar meningkatkan status Camat Tenggarong Sukono sebagai tersangka karena diduga kuat telah melakukan pelecehan seksual terhadap pegawainya.

Ia menekankan bahwa proses hukum serta peningkatan status terlapor sebagai tersangka tidak boleh memandang jabatannya sebagai Camat Tenggarong.

Melalui peningkatan status terlapor menjadi tersangka, kasus ini bisa segera menuai titik terang, sehingga terduga pelaku dapat diproses secara hukum dan mendapatkan efek jera atas perbuatannya.

“Harus ada tindakan serius dari Polres Kukar,” tegas Sudirman kepada beritaalternatif.com pada Sabtu (20/5/2023).

Kata dia, sebagai terduga pelaku pelecehan seksual, bila terdapat bukti-bukti meyakinkan yang telah dikantongi penyidik Polres Kukar, Sukono harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

Apabila terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap LH (26), Sudirman menjelaskan, Sukono bisa disebut sebagai pelaku sexsual harassment atau kekerasan seksual yang dilakukan atasan kepada bawahannya.

“Kejadian pelecehan di tempat kerja antara pimpinan kepada bawahan itu seperti ada relasi kuasa antara yang kuat dan yang lemah,” jelasnya.

Dengan demikian, dia meyakini bahwa secara hukum, tindakan tersebut sudah memenuhi unsur pelanggaran terhadap hukum pidana.

Namun, Sudirman tak memungkiri bahwa proses penyelidikan kasus tersebut akan menuai banyak hambatan. Pasalnya, kepolisian harus mencari saksi dan alat bukti yang cukup.

Walau begitu, lanjut dia, hal ini tidak boleh dijadikan dalih oleh penyidik untuk memperlambat peningkatan status terlapor menjadi tersangka.

Laporan yang disampaikan oleh LH, ucap Sudirman, membuktikan bahwa Sukono diduga kuat telah melakukan pelecehan seksual.

Karena itu, ia berharap kepolisian segera menetapkan Sukono sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

“Harusnya ini dilakukan karena tidak mungkin perempuan mau melaporkan kalau itu tidak benar terjadi,” tegasnya.

Dia juga menyarankan Pemkab Kukar segera mengevaluasi status Sukono sebagai Camat Tenggarong agar pemerintah daerah kembali mendapatkan citra positif di masyarakat.

Sebagai kepala daerah di Kukar, ia berharap Bupati Kukar Edi Damansyah segera bersikap atas kasus tersebut.

“Harusnya Bupati berani bersikap. Terlepas yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka atau tidak, tapi harus ada sikap yang diambil oleh Bupati,” imbuhnya.

Selain itu, Sudirman meminta aparat kepolisian dan pihak-pihak terkait memberikan perlindungan kepada LH yang diduga sebagai korban pelecehan seksual dalam kasus tersebut.

Perlindungan itu, lanjut dia, sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan kepada LH yang telah berani berbicara serta menyampaikan laporan atas tindakan tak senonoh yang diduga dilakukan oleh atasnya di Kantor Camat Tenggarong.

Ia juga mengimbau korban-korban lainnya yang merasa telah mendapatkan pelecehan seksual oleh Sukono mengadukannya kepada Polres Kukar.

“Harus berani berbicara agar hal itu tidak terus terulang, sehingga tidak dijadikannya pembenaran bahwa apa yang dilakukannya aman-aman saja,” pungkasnya.

Media ini telah berusaha meminta tanggapan Sukono atas pernyataan Sudirman. Namun, hingga berita ini diterbitkan, ia tak menanggapi panggilan telepon dan pesan dari awak media ini. (*)

Penulis: Arif Rahmansyah

Editor: Ufqil Mubin

Camat Tenggarong Diduga Lakukan Pelecehan Seksual, Korban Tuntut Terduga Pelaku Diproses Hukum

ADAKALTIM.COM – Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Camat Tenggarong Sukono kini sudah sampai pada tahap penyelidikan di Polres Kukar.

Reka adegan kasus yang melibatkan korban berinisial LH (26) tersebut sudah dilaksanakan pada Rabu kemarin.

LH yang ditemui media ini pada Kamis (18/5/2023) siang berharap kasus tersebut diproses sesuai aturan yang berlaku.

Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berdamai dengan terduga pelaku pelecehan tersebut.

Selain karena ingin memberikan efek jera, terlapor juga tak mempunyai itikad baik untuk meminta maaf kepada LH dan keluarganya.

“Intinya kita ikuti proses hukum yang berlaku,” katanya.

Jika kasus yang dilaporkannya tak diproses dan dinaikkan status terlapor oleh penyidik, ia bersama keluarganya akan bertemu dengan Kapolres Kukar untuk meminta keadilan.

Sejak pelecehan seksual menimpanya pada 2 Mei lalu, LH belum berani kembali bekerja di Kantor Camat Tenggarong.

Sejak 2020 lalu, LH memang bekerja di Kantor Camat Tenggarong sebagai pegawai honorer.

Dia mengaku trauma bila kembali bertemu dengan Sukono di Kantor Camat Tenggarong.

Untuk menghilangkan trauma dalam dirinya, kini ia tengah ditangani dan didampingi oleh psikolog.

LH mengaku pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Camat tersebut terjadi pada 2 Mei lalu sekitar pukul 15.30 Wita.

Kronologisnya, Sukono memanggil LH dengan alasan ingin bersalaman dan halalbihalal dalam momentum Idulfitri 1444 Hijriah.

Setelah ia masuk ke dalam ruangan, Sukono tidak hanya mencium pipi dan jidatnya, namun juga memegang dagu dan meremas dada LH.

Sebelum itu, menurut pengakuan LH, Sukono sering merayunya dengan gombalan-gombalan.

Ia juga mengaku sering dilecehkan secara verbal di depan banyak orang oleh Sukono.

“Sebagai orang yang tersakiti, kata-kata dia susah saya lupakan,” ungkapnya.

LH dan keluarganya berharap kasus tersebut segera diproses secara hukum oleh kepolisian.

Dia menginginkan Sukono mendapatan balasan setimpal atas perbuatannya.

Selain itu, ia berharap agar Sukono segera ditetapkan sebagai tersangka, ditahan, dan dipecat secara tidak terhormat dari jabatannya.

“Kalau bisa dia harus dipenjara. Karena ini pelecehan sudah mengganggu mental saya secara verbal maupun fisik,” tegasnya.

LH juga berharap kepada Bupati Kukar Edi Damansyah untuk mengambil tindakan tegas atas pelecehan seksual yang menimpanya.

Dia khawatir kasus yang sama terus terjadi bila Sukono tidak dipecat dan diproses secara hukum.

“Dengan banyak kelebihan materinya, takutnya dia masih melakukan (pelecehan seksual). Jadi, dia harus dipecat dan dipenjara,” harapnya.

Media ini telah berusaha meminta tanggapan Sukono atas pernyataan korban pelecehan tersebut.

Namun, baik pesan maupun panggilan telepon awak media ini, belum dijawab hingga berita ini diterbitkan. (*)

Penulis: Arif Rahmansyah
Editor: Ufqil Mubin