Empat Tahun Pailit, PT Kalimantan Powerindo Belum Bayar Gaji 38 Karyawan

Ilustrasi perusahaan pailit. (Ist)

Tenggarong – Krisis berkepanjangan terus melanda PT Kalimantan Powerindo, sebuah perusahaan yang telah dinyatakan pailit selama empat tahun.

Hingga saat ini, kewajiban perusahaan untuk membayar gaji karyawan masih terabaikan, meninggalkan 38 pekerja tanpa kejelasan nasib, sejak Mei hingga November 2024, para karyawan belum menerima hak mereka.

Sementara itu, perusahaan berdalih seluruh asetnya telah diagunkan ke Bank Mandiri, sehingga saran dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara (Kukar) untuk menjual aset demi membayar gaji dianggap mustahil.

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 95 ayat (4) disebutkan bahwa hak-hak pekerja, seperti gaji dan pesangon, mendahului utang lainnya kecuali biaya kepailitan.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga mengatur bahwa harta pailit harus dikelola oleh kurator yang bertugas menjual aset perusahaan untuk melunasi kewajiban, termasuk kepada karyawan.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar baru-baru ini di DPRD Kukar, Mediator Bidang Hubungan Industrial dari Dinas Transmigrasi dan Ketenagakerjaan (Distransnaker) Kukar, Desak, menegaskan upaya mediasi telah dilakukan berulang kali, tetapi tidak ada hasil yang memuaskan.

“Kami sudah tiga kali memfasilitasi mediasi antara karyawan dan perusahaan, namun tak satu pun solusi konkret tercapai. Hingga ke RDP pun, hak-hak karyawan masih belum ada titik terang,” ujar Desak saat ditemui di Tenggarong, Sabtu (25/1/25).

Desak juga mengungkapkan awalnya kasus ini berdampak pada 40 karyawan. Namun, dua di antaranya memilih mundur setelah menerima uang pisah yang dibayar secara berkala.

“Meski demikian, 38 karyawan yang tersisa masih terus berjuang mendapatkan hak gaji yang seharusnya mereka terima,” tambahnya.

Sementara itu, pihak perusahaan yang hadir dalam RDP nyaris tidak menawarkan solusi selain berulang kali berdalih soal agunan aset.

Hal ini membuat para karyawan semakin frustrasi dan mendesak pemerintah daerah untuk turun tangan agar lebih serius menangani kasus ini.

Sebagai tindak lanjut, Distransnaker Kukar bersama DPRD Kukar berencana melakukan kunjungan lapangan ke lokasi perusahaan di Sebulu untuk memverifikasi aset-aset perusahaan.

“Saat ini kami masih menunggu koordinasi dari DPR mengenai jadwal kunjungan tersebut. Rencananya, kami akan mengecek aset-aset perusahaan, apakah benar telah diagunkan ke Bank Mandiri,” pungkasnya. (Ak)

Bagikan :