Tenggarong – Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memiliki potensi besar di sektor peternakan ayam petelur dengan produksi telur mencapai 200 ribu butir per hari.
Namun, ketiadaan asosiasi produsen telur dan ayam membuat produksi serta harga telur di wilayah ini rawan mengalami fluktuasi, baik karena surplus maupun kekurangan pasokan.
Pejabat fungsional Bidang Analis Ketahanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan (Disketapang) Kukar, Sudiro, menyebut kurangnya koordinasi antar peternak menjadi penyebab utama ketidakseimbangan tersebut.
“Produksi telur sebenarnya sudah cukup untuk kebutuhan lokal. Namun, tanpa perencanaan produksi yang matang, sering terjadi ketidakseimbangan yang berdampak pada pasar,” ungkapnya di Taman Creative Park, Tenggarong, Sabtu (14/12/2024).
Menurut Sudiro, ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan dua situasi ekstrem. Pada satu sisi, produksi yang berlebihan membuat harga telur anjlok.
Sebaliknya, ketika produksi menurun secara bersamaan, pasokan tidak mencukupi, sehingga harga melonjak. “Hal ini tidak hanya merugikan peternak, tetapi juga konsumen,” jelasnya.
Ia juga menyoroti adanya hubungan erat antara harga telur dan daging ayam. Ketika harga daging ayam naik, konsumen cenderung beralih ke telur sebagai alternatif sumber protein.
“Permintaan telur yang meningkat tiba-tiba dapat memperburuk fluktuasi harga jika pasokan tidak terkelola dengan baik,” tambahnya.
Untuk itu, Sudiro mendorong pembentukan asosiasi produsen telur dan ayam di Kukar.
Asosiasi ini diharapkan menjadi solusi untuk merencanakan produksi, menghindari ketidakseimbangan pasokan, dan menjaga stabilitas harga di pasar.
“Dengan adanya asosiasi, produksi dapat diatur lebih terencana, sehingga masalah surplus atau kekurangan dapat diminimalkan,” pungkasnya. (Ak)