Regulasi Tambang Batasi Peran Pemkab Kukar dalam Pengelolaan SDA

Ilustrasi pemkab dan tambang. (Ist)

Tenggarong – Perubahan regulasi pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah membatasi peran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).

Pemusatan kewenangan di pemerintah pusat memunculkan tantangan baru bagi Pemkab Kukar dalam memastikan sektor tambang dapat dikelola secara efektif dan berkelanjutan.

Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Daerah (Setda) Kukar, Muhammad Reza, menyatakan regulasi baru ini mengubah secara fundamental cara kerja Pemkab dalam menangani persoalan tambang.

Ia menjelaskan kewenangan yang sebelumnya dimiliki Pemkab kini harus melalui proses koordinasi yang panjang dan melibatkan berbagai pihak di tingkat provinsi dan pusat.

Reza menyoroti koordinasi yang rumit tersebut membuat proses pengambilan keputusan lebih lambat, terutama dalam menangani permasalahan yang mendesak.

Ia menambahkan, pengawasan tambang di Kukar kini hanya sebatas penerbitan dan pengendalian Izin Usaha Pertambangan (IUP), sehingga ruang gerak pemerintah daerah menjadi lebih terbatas dibanding sebelumnya.

“Permasalahan tambang yang sebelumnya dapat ditangani secara langsung oleh Pemkab Kukar, kini harus melalui jalur koordinasi yang panjang dan kompleks dengan pemerintah pusat dan provinsi,” ungkap Reza saat di temui di sekertariat kantor Bupati Kukar pada Kamis (19/12/24).

Menurutnya, perubahan regulasi ini juga berdampak pada potensi pendapatan daerah.

Dengan kewenangan yang lebih terbatas, Pemkab Kukar harus menemukan strategi baru untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor tambang.

Ia menilai kesulitan ini turut berimbas pada kemampuan daerah dalam mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, ia mengungkapkan meskipun kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah terjalin, perbedaan persepsi antar lembaga seringkali menjadi kendala utama.

Hambatan birokrasi ini, menurut Reza, perlu segera diatasi agar sektor tambang di Kukar tetap bisa berkontribusi optimal terhadap pembangunan daerah.

“Kami membutuhkan mekanisme yang lebih efektif untuk memastikan pengelolaan SDA tetap optimal, sekaligus memberikan ruang bagi daerah mengambil keputusan strategis yang berdampak pada pembangunan lokal,” pungkasnya. (Ak)

Bagikan :