Pungutan Iuran Perpisahan Sekolah, Muhammad Novan sebut Bebani Orang Tua Murid

Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie.

Samarinda – Pungutan iuran biaya perpisahan di beberapa sekolah di Kota Samarinda kembali mencuat dan menuai keluhan dari orang tua murid.

Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah iuran sebesar Rp500 ribu per siswa untuk menggelar acara perpisahan di hotel ternama di Kota Samarinda.

Bendahara Komite Sekolah SMAN 16 Samarinda, Pron Susanto, mengungkapkan bahwa pungutan tersebut bukanlah kewajiban yang ditetapkan oleh sekolah. Menurutnya, sekolah hanya menjebatani keinginan murid yang ingin mengadakan perpisahan di tempat tertentu.

“Sekolah tidak pernah mewajibkan pungutan ini. Kami hanya membantu menyediakan fasilitas bagi siswa yang ingin mengadakan wisuda di hotel. Tidak ada paksaan dari pihak sekolah,” ungkap Pron Susanto.

Ia juga menyebut bahwa bagi siswa yang kurang mampu, biasanya rekan-rekan mereka berinisiatif membantu dengan sistem patungan agar semua bisa ikut serta dalam acara tersebut.

Hal itu membuat, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, merespon dan menyampaikan pentingnya keselarasan semua pihak, khususnya sekolah, guru, orang tua, dan murid pada kasus ini.

Novan mengatakan bahwa komunikasi yang jelas dan transparan harus diutamakan agar tidak terjadi kesalahpahaman bagi pihak tertentu.

Lebih lanjut, Novan juga mengkhawatirkan dampak psikologis yang mungkin dirasakan murid dari keluarga kurang mampu. Dirinya menilai bahwa jika tidak dipikirkan dengan matang, kebijakan seperti ini bisa menimbulkan tekanan psikologis dan finansial bagi murid yang tidak dapat membayar iuran.

“Coba bayangkan bagaimana perasaan anak-anak yang orang tuanya tidak mampu membayar biaya perpisahan dan akhirnya tidak bisa ikut? Ini perlu diberikan atensi yang lebih,” tegasnya.

Novan mendorong agar kebijakan terkait perpisahan di sekolah dilakukan dengan koordinasi yang lebih baik antara pihak sekolah, orang tua, dan siswa sebagai solusi yang dapat diambil.

Dirinya juga mengingatkan agar tidak ada perbedaan perlakuan yang bisa berujung pada perundungan (bullying) terhadap murid dari keluarga kurang mampu.

“Jangan sampai ada kasus bullying hanya karena perbedaan kondisi ekonomi antar murid. Semua anak berhak merasakan momen kelulusan dengan nyaman,” pungkasnya. (adv/hd/ko)

Bagikan :