Tenggarong – Musim hujan menjadi tantangan tersendiri bagi petani sawi, termasuk Tarno, petani dari Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu.
Hujan yang terus-menerus melanda, menyebabkan banyak tanaman sawi mati dan pertumbuhannya tidak optimal.
Meskipun harga jual meningkat, hasil panen tetap rendah, turun hingga 50 persen dari biasanya.
“Kalau di luar musim hujan, satu hektare bisa menghasilkan 8 ribu sampai 10 ribu ikat sawi. Sekarang, paling banyak hanya 5 ribu ikat saja,” ujar Tarno kepada adakaltim.com, Rabu (5/2/25).
Tarno memiliki lahan seperempat hektare. Untuk hasil panen, biasanya Tarno memasarkannya ke Samarinda, Loa Janan, dan Tenggarong.
Jika hasil melimpah, distribusi bisa diperluas hingga Bontang dan Balikpapan. Namun, karena panen menurun, pasokan lebih difokuskan untuk kebutuhan lokal.
Menurutnya, kendala utama saat musim hujan bukanlah hama, melainkan cuaca ekstrem yang semakin tidak menentu setiap tahunnya.
“Kalau hama, paling sering ulat yang menyerang daun sawi, tapi masalah terbesar itu cuaca,” katanya.
Dalam kondisi normal, sawi bisa dipanen dalam 18 hari. Namun, saat musim hujan, panen bisa lebih lama, hingga 23 hari.
“Biasanya dari tanam sampai panen butuh sekitar 20 hari. Kalau cuaca mendukung, malah bisa lebih cepat,” pungkasnya. (Ak)