ADA KALTIM

Menjamu Benua Ritual untuk Keselamatan dan Kelancaran Acara Erau Adat Kutai 2024

Ritual adat Menjamu Benua sebelum pelaksanaan Erau. (akmal/adakaltim)

Tenggarong – Menjamu Benua adalah sebuah tradisi adat yang memiliki makna penting dalam budaya masyarakat Tenggarong. Tradisi ini dilaksanakan sebagai bentuk permohonan keselamatan dan perlindungan dari Sang Maha Kuasa sebelum pelaksanaan acara Erau, yang merupakan perayaan budaya yang telah berlangsung turun temurun.

Menjamu Benua tidak hanya menjadi ritual spiritual, tetapi juga sebagai upaya untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam menyambut acara besar tersebut.

Kegiatan Menjamu Benua dilakukan di beberapa lokasi yang dianggap sakral, yaitu Kepala Benua di Mangkurawang Tenggarong, Tengah Benua di depan Museum Mulawarman, dan Buntut Benua berada di hilir Jembatan Kutai Kartanegara.

Masing-masing lokasi memiliki makna tersendiri, dengan Kepala Benua sebagai titik awal yang simbolis, sementara Tengah dan Buntut Benua melambangkan kesinambungan tradisi dan harapan bagi keselamatan selama acara berlangsung.

Perwakilan Kesultanan Kutai Ing Martadipura, Drs H. Awang Imaludin mengatakan, upacara ini dimulai dengan permohonan izin kepada Sultan Kutai Ing Martadipura, yang merupakan simbol kekuatan dan kepemimpinan adat.

“Sultan telah memerintahkan saya dan rombongan untuk melaksanakan Menjamu Benua,” ujarnya, Rabu (18/9/2024).

Imaludin menjelaskan pentingnya kegiatan ini untuk meminta perlindungan dan keselamatan, baik bagi masyarakat di Kota Tenggarong maupun di luar daerah.

“Menjamu Benua adalah momen di mana kita meminta restu sang maha kuasa agar pelaksanaan Erau dapat berjalan dengan selamat dan lancar,” ungkapnya.

Dengan diadakannya Menjamu Benua, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan menghargai warisan budaya mereka.

Kegiatan ini juga diharapkan menjadi sarana untuk memperkuat ikatan sosial di antara warga, serta menumbuhkan rasa cinta terhadap tradisi yang telah ada sejak lama.

Menjamu Benua bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga merupakan bagian dari identitas dan jati diri masyarakat Tenggarong dalam menyongsong acara Erau yang penuh makna.

“Mari kita jaga dan lestarikan tradisi ini agar tetap hidup dalam setiap generasi,” tutupnya. (ak)

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *