Tenggarong – Tradisi Beseprah kembali digelar sebagai bagian dari rangkaian Festival Adat Erau di Kutai Kartanegara (Kukar).
Dalam momen ini, masyarakat dan para pemimpin duduk sama rata di satu hamparan panjang, menikmati hidangan bersama tanpa pandang status.
Suasana penuh kebersamaan itu berlangsung di depan Museum Mulawarman, Jalan Diponegoro, Tenggarong pada Kamis (25/9/2025) pagi.
Hamparan panjang berisi berbagai hidangan terhampar di sepanjang jalan, dari pejabat daerah, tokoh Kesultanan, hingga masyarakat umum, semuanya duduk berjejer di lantai beralaskan tikar.
Tidak ada kursi khusus ataupun sekat, setiap orang bisa saling menyapa dan menikmati hidangan yang tersedia dengan penuh keakraban.
Bupati Kukar, Aulia Rahman Basri mengatakan bahwa makna utama dari Beseprah adalah menghapus batas antara pemimpin dan rakyat.
“Filosofi utama Beseprah adalah kesetaraan dan kebersamaan. Pemimpin hadir bukan untuk dilayani, tetapi justru berusaha melayani masyarakatnya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sajian makanan dalam kegiatan ini berasal dari berbagai pihak, mulai dari perangkat daerah, organisasi masyarakat, badan usaha, hingga Kesultanan Kutai.
Semua hidangan disatukan dalam satu tempat untuk kemudian dinikmati bersama-sama.
“Jangan memandang kegiatan ini hanya sebagai acara makan-makan. Ada makna yang lebih dalam, yaitu kebersamaan dan semangat melayani. Dengan filosofi ini, kita berharap pembangunan di Kukar bisa berjalan dengan baik dan lancar,” tegasnya.
Menurut Aulia, tradisi ini bukan hanya warisan budaya, tetapi juga pedoman dalam membangun hubungan antara pemerintah dan masyarakat.
Ia menilai, jika prosesi Belimbur melambangkan penyucian diri, maka Beseprah mencerminkan bagaimana pemimpin dan rakyat dapat duduk sejajar dalam nuansa kekeluargaan.
“Intinya, melalui Beseprah kita ingin menegaskan bahwa pemerintah selalu hadir untuk melayani rakyat. Apa yang tersedia di depan kita, itulah yang kita nikmati bersama dalam semangat persatuan dan kesetaraan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Puji Utomo mengapresiasi partisipasi masyarakat yang sangat antusias mengikuti tradisi ini.
Ia menyebut Beseprah sebagai bentuk nyata dari nilai gotong royong, karena semua kalangan bisa hadir dan duduk sama rata.
“Sebaiknya masyarakat menikmati sajian dengan cara duduk bersama, bukan dibungkus untuk dibawa pulang,” jelasnya.
Puji berharap, Beseprah dapat terus dipertahankan sebagai salah satu identitas budaya Kukar.
Ia menekankan kegiatan ini bukan sekadar seremonial, melainkan sarana mempererat hubungan sosial dan memperkenalkan kembali budaya yang diwariskan sejak era Kesultanan Kutai.
“Tradisi ini harus terus dipertahankan sebagai identitas masyarakat Kukar,” pungkasnya. (ak/ko)





