Samarinda – Penggunaan sirine dan strobo di jalanan Samarinda kembali menuai sorotan. Bukan karena fungsi daruratnya, melainkan karena sering disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau sekadar pamer kekuasaan. Kondisi ini memicu keresahan warga dan gelombang kritik di media sosial lewat gerakan “Stop Tot Tot Wok Wok.”
Menanggapi situasi tersebut, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara penggunaan sirine dan strobo pada kendaraan pengawalan, baik pejabat maupun sipil. Langkah ini dilakukan sembari menunggu hasil evaluasi aturan yang mengatur penggunaan perlengkapan khusus di jalan raya.
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Kamaruddin, menyambut positif kebijakan tersebut. Ia menyebut keputusan Polri sebagai langkah tepat untuk mengembalikan ketertiban dan rasa adil di jalan raya.
“Kalau untuk ambulans, pemadam kebakaran, atau kendaraan penyelamat, itu jelas fungsinya. Tapi kalau dipakai cuma untuk gaya dan menakut-nakuti pengguna jalan lain, sudah seharusnya dihentikan,” tegasnya, Kamis (2/10/2025).
Menurut Kamaruddin, masalah utama selama ini bukan kurangnya regulasi, melainkan lemahnya penegakan hukum. Banyak pengguna, bahkan dari kalangan pejabat, memanfaatkan sirine dan strobo untuk mendapatkan prioritas di jalan tanpa alasan sah.
“Selama hukum tidak ditegakkan dengan adil, masyarakat akan terus jadi korban. Pejabat pun harus tunduk pada aturan, tidak boleh ada yang merasa diistimewakan,” ujarnya.
Kamaruddin menekankan, penertiban ini harus dilakukan secara berkelanjutan, bukan sekadar respons sesaat terhadap tekanan publik. Ia berharap aparat kepolisian bertindak konsisten dan memberi efek jera bagi pelanggar.
“Kalau penegakan hukum tegas dan konsisten, masyarakat juga akan kembali percaya bahwa aturan dibuat untuk semua, bukan hanya untuk rakyat kecil,” tambahnya.
DPRD Samarinda, lanjutnya, siap mendukung langkah-langkah kepolisian dalam menertibkan penggunaan sirine dan strobo. Tujuannya agar perlengkapan khusus itu kembali pada fungsi aslinya alat bantu keselamatan, bukan simbol arogansi di jalan. (adv/hr/ko)





