Tenggarong – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), La Ode Ali Imran, menilai bahwa Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Banjarmasin tidak menolak gugatan sengketa Pilkada Kutai Kartanegara (Kukar) 2024 yang diajukan oleh pasangan calon nomor 03, Dendi-Alif.
Menurut La Ode, putusan PTTUN yang menyatakan gugatan “tidak diterima” perlu dipahami secara lebih tepat.
“Putusan dengan Nomor 7/G/PILKADA/2024/PT.TUN.BJM tidak menolak pokok perkara, melainkan hanya terkait dengan syarat-syarat formal pengajuan gugatan yang dianggap tidak terpenuhi,” ujar La Ode, Rabu (23/10/2024) malam.
Ia menjelaskan putusan tersebut bukan penolakan terhadap substansi perkara yang diajukan, melainkan hanya menyentuh soal legal standing atau kedudukan hukum para penggugat.
“Poin ini penting karena putusan ini tidak membahas isu substantif seperti dua atau tiga periode masa jabatan yang ramai dibicarakan publik dan diatur dalam keputusan Mahkamah Konstitusi,” tambahnya.
La Ode juga mempertanyakan pandangan majelis PTTUN yang menyatakan tidak adanya legal standing dalam kasus ini.
Ia menekankan perkara ini tidak hanya menyangkut pasangan calon, tetapi juga kepentingan rakyat Kukar dalam menjalani demokrasi yang sesuai dengan hukum.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan pihak yang tidak puas dengan putusan PTTUN memiliki hak untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Upaya hukum ini diatur dalam pasal 154 Undang-Undang Republik Indonesia Ayat 10 Tahun 2016,” jelasnya.
La Ode merinci, dalam proses ini terdapat tenggat waktu yang ketat, yakni maksimal lima hari kerja setelah putusan dikeluarkan untuk mengajukan kasasi ke MA.
Ia menjelaskan dalam Ayat 7 UU Nomor 10/2016, pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan permohonan kasasi ke MA.
Ayat 8 menjelaskan permohonan kasasi harus diajukan dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah putusan diterbitkan.
Dan Ayat 9 menyebut MA wajib memberikan putusan atas permohonan kasasi dalam waktu maksimal 20 hari kerja setelah permohonan diterima.
Ayat 10 menegaskan putusan MA bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat dilakukan upaya hukum peninjauan kembali.
Di akhir keterangannya, La Ode menggaris bawahi pentingnya menjaga integritas proses hukum untuk melindungi kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi di Indonesia.
“Mari kita harapkan agar setiap langkah hukum diambil dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat,” pungkas La Ode. (ak)