Tenggarong – Produksi rumput laut di Kutai Kartanegara (Kukar) menorehkan capaian tertinggi sepanjang 2024, ditandai dengan dominasi komoditas Gracilaria yang mencapai 67.818 ton.
Angka ini mencerminkan rekor produksi terbesar dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi bukti bahwa program pengembangan perikanan melalui Kukar Idaman mulai membuahkan hasil nyata, terutama pada penguatan tambak berbasis budidaya pesisir.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kukar, Muslik, menyebut tingginya kontribusi Gracilaria tak lepas dari karakteristiknya yang sesuai dengan kondisi tambak lokal.
Berbeda dengan jenis Kotoni yang membutuhkan perairan lebih jernih, Gracilaria lebih adaptif terhadap wilayah perairan yang terpengaruh aliran Sungai Mahakam sehingga dapat berkembang luas dan cepat.
“Yang paling banyak itu Gracilaria. Karena mudah dibudidayakan di tambak-tambak kita,” ujarnya ketika dihubungi pada Minggu (30/11/2025).
Saat ini, budidaya Gracilaria banyak tersebar di Samboja, Muara Badak, Anggana hingga Marangkayu.
Sementara itu, Kotoni dengan total produksi hanya 162 ton masih terbatas pada lokasi tertentu, sebagian besar di Samboja atau titik perairan yang kualitasnya lebih stabil.
Meski demikian, pemerintah tidak menghentikan dukungan bagi Kotoni. Sejumlah perizinan budidaya di Samboja bahkan telah diterbitkan kementerian untuk memperluas potensi produksinya ke depan.
Di balik produksi besar, peningkatan mutu panen menjadi agenda berikutnya.
Muslik menilai sebagian petambak masih menerapkan pola tradisional dengan teknik tabur sederhana, sehingga hasil panen tidak semuanya berada pada grade yang bernilai jual tinggi.
“Kita ingin kualitasnya meningkat. Nanti kita lakukan pendampingan dan edukasi lebih intensif,” jelasnya.
Sebagai respons, DKP memperkuat pendampingan teknis sekaligus mengarahkan pembudidaya untuk masuk ke tahap hilirisasi, yang merupakan salah satu dorongan besar dalam kerangka Kukar Idaman.
Rumput laut tidak lagi hanya dilepas sebagai bahan mentah, tetapi diarahkan menjadi produk bernilai tinggi seperti agar, tepung rumput laut hingga lembaran rumput laut untuk industri pangan dan farmasi.
“Hilirisasi itu nilai tambah. Tidak hanya dijual begitu saja,” tegas Muslik.
Selain pembinaan dan peningkatan kualitas, Pemkab Kukar sedang menyiapkan pembangunan pabrik pengolahan rumput laut sebagai penopang rantai produksi.
Fasilitas ini diproyeksikan menjadi titik serap panen, penguat harga dasar petani tambak, sekaligus penggerak industri olahan lokal agar Kukar tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah bagi daerah luar.
Muslik optimis bahwa dengan kualitas yang terus diperbaiki dan hilirisasi berjalan, Kukar dapat melaju menjadi salah satu sentra produksi rumput laut terbesar di Kalimantan Timur.
Pasokan pasar nasional dan ekspor yang besar menjadi peluang nyata apabila kualitas berhasil ditingkatkan.
“Produksi kita sudah besar. Tinggal kualitas dan hilirisasinya saja yang perlu dikuatkan. Kami terus mendorong agar pembudidaya mendapat harga terbaik,” pungkasnya. (adv/ak/ko)





