Petani di Desa Margahayu Alihkan Kebun Karet ke Kelapa Sawit untuk Ekonomi yang Lebih Baik

Kepala Desa Margahayu, Rusdi. (Akmal/adakaltim)

Tenggarong – Hasil perkebunan yang dikelola masyarakat Desa Margahayu, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kini mulai mengalami perubahan pola tanam.

Banyak petani yang selama ini menggantungkan hidup dari kebun karet, perlahan beralih menanam kelapa sawit demi mendapatkan hasil ekonomi yang dianggap lebih stabil dan praktis.

Kepala Desa Margahayu, Rusdi, menjelaskan bahwa perubahan ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, kelapa sawit dinilai lebih mudah dikelola dibandingkan karet yang harus disadap setiap hari.

Sementara kelapa sawit hanya dipanen sepekan sekali, sehingga beban kerja petani lebih ringan.

“Kalau karet, petani harus nyadap setiap hari tanpa jeda. Sedangkan sawit, panennya cukup seminggu sekali, lebih ringan dan efisien,” jelas Rusdi ketika ditemui, Rabu (16/6/2025).

Rusdi menambahkan, letak Desa Margahayu yang berdekatan dengan pabrik sawit PT Niagamas Gemilang juga menjadi alasan kuat warga memilih komoditas kelapa sawit.

Akses pasar yang lebih dekat membuat hasil panen lebih cepat menghasilkan tanpa memerlukan akomodasi yang besar.

“Banyak warga mulai mengganti kebun karet mereka dengan sawit karena pasarnya lebih jelas. Sawit juga punya harga yang stabil kalau dekat pabrik,” katanya.

Meski begitu, kata dia, tidak semua petani langsung meninggalkan tanaman karet, terdapat sebagian besar petani yang masih bertahan dengan alasan harga getah karet relatif stabil meski biaya operasionalnya lebih tinggi akibat jarak pemasaran yang cukup jauh.

Meski demikian, kata dia, kebun karet masih menjadi andalan sebagian besar petani di Margahayu.

Pasalnya, harga karet yang di nilai masih relatif stabil sehingga tetap bisa menjadi penopang ekonomi rumah tangga para petani.

Namun, ia mengakui terdapat tantangan tersendiri terkait jarak tempuh pemasaran karet yang cukup jauh ke pabrik penampung.

Hal ini membuat biaya operasional menjadi lebih besar, terutama untuk transportasi.

Mengatasi hal itu, pihak desa telah berupaya membantu petani melalui kerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan harapan pengelolaan hasil kebun baik karet maupun sawit bisa lebih efisie.

“Kalau pemasaran lancar, ongkos angkut ringan, hasilnya pasti akan terasa untuk keluarga mereka,” tutupnya. (adv/ak/ko)

Bagikan :